Alanqa
Jatuh Bangkitnya Kemaharajaan Sriwijaya
September 08, 2017
Perjalanan sejarah Kemaharajaan Sriwijaya setiap tahun (650-1088). Dari perkiraan awal kemunculannya di Sumatra Selatan, kebangkitannya sebagai penguasa lautan Asia Tenggara, hingga terpecahnya imperium ini di penghujung abad ke-11. Semoga bermanfaat! :>
---
Abad ke-7:
650 M - Dapunta Hyang (Sri Jayanasa/Jayanaga) kemungkinan mendirikan kedatuan Sriwijaya pada tahun ini. Cikal-bakalnya diperkirakan berada di Sumatra Selatan, antara kawasan Komering, Pasemah, Pagaralam, atau Musi (?).
669 M - Sri Jayanasa menikah dengan Dewi Sobakancana, putri dari Maharaja Linggawarman, penguasa terakhir kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat (Tatar Sunda). Tak lama kemudian, sang Maharaja wafat dan negaranya terpecah menjadi dua, kerajaan Sunda dan Galuh. Sumber sejarah Sunda menyebutkan kedatuan Sriwijaya dengan nama 'Suwarnadwipa'.
670 M - Sriwijaya berevolusi menjadi Kemaharajaan. Sri Jayanasa mengirimkan utusan pertamanya ke Kekaisaran Cina (Dinasti Tang), dimana pihak Cina memanggil Sriwijaya dengan julukan 'Sanfotsi'. Kemungkinan di tahun ini wilayah Sriwijaya telah mencapai pesisir Minangkabau (Minanga?), hingga masuk ke kawasan Muara Takus di Kampar.
671 M - Kunjungan biksu I-Tsing dari Cina ke Sumatra dan menetap di kota Foshih (Musi?), ibukota Sriwijaya selama enam bulan. Sebelumnya, ia telah terlebih dahulu mengunjungi negeri-negeri pesisir lain di Semenanjung Malaya dan Jawa, seperti Kelantan dan Kalingga. Dari Sriwijaya, ia melanjutkan perjalanannya ke kerajaan Malayu (Jambi) dan Kataha (Kedah), sebelum melanjutkan perjalanannya ke Nagapattinam di India untuk mempelajari agama Buddha. I-Tsing menyebut Sriwijaya dengan nama 'Shihlifoshih'.
682 M - Maharaja Jayanasa memindahkan pusat pemerintahan Sriwijaya ke kota Palembang. Bersama dengan dua orang panglima militernya, Tandrun Luah dan Kandra Kayet, sang Maharaja kemudian memulai ekspansi wilayah terhadap negeri-negeri di sekitarnya.
683 M - Prasasti Kedukan Bukit. Inskripsi yang dibuat oleh Maharaja Jayanasa tentang peristiwa setahun sebelumnya. Armada Sriwijaya, yang kemungkinan besar terdiri dari kaum pelaut dari suku Laut (Orang Laut), menaklukkan kerajaan Malayu.
684 M - Prasasti Talang Tuo. Pembangunan Taman Sriksetra. Sriwijaya menundukkan kerajaan Tulangbawang dan Skala Brak di Lampung.
685 M - Pemberontakan Kandra Kayet di Palembang. Berhasil ditumpas oleh Maharaja Jayanasa, namun sebelumnya Kandra Kayet telah berhasil membunuh Tandrun Luah. Sang Maharaja pun harus rela kehilangan dua orang panglimanya sekaligus. Biksu I-Tsing yang telah menyelesaikan studinya dari India singgah kembali di Sumatra, mendapati bahwa sebagian besar pulau tersebut telah takluk di bawah hegemoni Sriwijaya. Ia singgah di Sriwijaya selama 4 tahun.
686 M - Prasasti Kota Kapur. Sriwijaya menaklukkan Bangka-Belitung dan pesisir utara kerajaan Sunda.
688 M - Prasasti Karang Brahi. Sriwijaya menggempur negeri-negeri Sigindo di pedalaman Bukit Barisan di Alam Kerinci yang kaya emas. Pasukan Sriwijaya berhasil menaklukkan sebagian besar negeri itu, kecuali di kawasan Telaga Darah di Kerinci Tinggi. Seluruh prajurit Sriwijaya yang menggempurnya dikalahkan dan dimusnahkan oleh laskar rakyat pimpinan negeri Sigindo Sigarinting.
689-690 M - Sriwijaya melanjutkan ekspansinya ke seantero Tanah Melayu, Beberapa negeri di Sumatra seperti Minangkabau, Riau, Mandailing, Barus, dan Panai berturut-turut ditaklukkan. Armada Sriwijaya kemudian naik ke Semenanjung Malaya, menundukkan Gelanggi, Johor, Muar, Kelang, Pahang, dan Perak (Gangga Negara).
692 M - Maharaja Jayanasa diperkirakan wafat pada tahun ini. Sri Lokitawarman (Sri Dhiraja/Dharmaputra?) naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya menggantikannya.
700 M - Sriwijaya menaklukkan pesisir barat Kalimantan, mendirikan kerajaan Tanjungpura (Sukadana) dan Wijayapura (Sambas) sebagai koloninya di pulau tersebut.
Abad ke-8:
704 M - Sri Indrawarman naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya.
713 M - Sriwijaya menjalin hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Cina. Maharaja Indrawarman mengirim utusan pertamanya ke negeri tersebut.
718 M - Sriwijaya menjalin hubungan diplomatik dengan Kekhalifahan Islam (Bani Umayyah). Maharaja Indrawarman mengirim sepucuk surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz berisi ketertarikannya pada Islam dan permintaan untuk mengirim ulama yang dapat menjelaskan ajaran itu kepadanya.
728 M - Rudra Wikraman naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya.
739 M - Sriwijaya menaklukkan kerajaan Sunda dan Galuh, yang kala itu baru saja selesai mengalami suatu konflik berdarah.
752 M - Sriwijaya menaklukkan kerajaan Kalingga dan Mahasin di Jawa Tengah. Dapunta Selendra, diperkirakan sebagai pemimpin ekspedisi penaklukan tersebut, menobatkan dirinya sebagai penguasa di sana.
767 M - Bajak laut dari Sriwijaya dikabarkan mulai menjarah kota-kota pelabuhan di Annam (Vietnam Utara) dan Champa (Vietnam Selatan).
770 M - Dinasti Sailendra menjadi penguasa di Mataram. Rakai Panangkaran (entah merupakan keturunan Dapunta Selendra, atau putra Sanjaya pendiri kerajaan Mataram) menobatkan dirinya sebagai Maharaja Mataram.
774 M - Prasasti Po Nagar. Sriwijaya melancarkan serangan terhadap kerajaan Champa di Vietnam Selatan. Armada Sriwijaya yang sebagian besar terdiri dari perompak dan lanun berhasil menduduki Kauthara, menjarah kota pelabuhan itu. Mereka juga membakar candi Po Nagar, sebuah monumen penting di Champa saat itu.
775 M - Dinasti Sailendra menjadi penguasa di Sriwijaya. Maharaja Dharanindra (Sri Dharmasetu/Wisnu/Rakai Panunggalan) naik tahta sebagai penguasa yang menyatukan kedua negara tersebut. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram (Yogyakarta) di pedalaman Jawa Tengah. Candi Borobudur (Bhumisambharabudura) mulai dibangun di Magelang. Prasasti Ligor. Sriwijaya berturut-turut menaklukkan Langkasuka, Pan Pan (Terengganu), Tambralingga, dan negeri-negeri di Tanah Genting Kra.
778 M - Prasasti Kalasan. Pembangunan Candi Kalasan dan Candi Sari.
781 M - Sriwijaya menaklukkan kerajaan Chenla Air di Kamboja, karena rajanya telah menghina Maharaja Sriwijaya. Pemerintah Sriwijaya kemudian mendirikan kerajaan Angkor (Indrapura) sebagai koloninya di sana. Pangeran Jayawarman II, putra mahkota kerajaan Chenla Air dipercaya diboyong ke keraton Sailendra di Mataram untuk dididik dan disiapkan sebagai raja bawahan yang memerintah Angkor kelak.
782 M - Prasasti Kelurak.
784 M - Kota Kauthara direbut kembali oleh pasukan Champa yang dipimpin langsung oleh penguasanya, Maharaja Satyawarman. Armada Sriwijaya yang berjaga di sana pun mundur, namun dikejar terus oleh Satyawarman dan pasukannya hingga ke tengah Laut Champa (Laut Cina Selatan), dimana terjadi pertempuran sengit, yang dimenangkan oleh Champa. Satyawarman kemudian membangun kembali candi Po Nagar.
787 M - Prasasti Yang Tikuh. Sriwijaya kembali menggempur Champa. Kali ini berhasil menduduki Panduranga, satu kota pelabuhan penting lain di negeri tersebut. Namun tak berlangsung lama,
789 M - Mataram menundukkan kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur.
792 M - Kompleks percandian Candi Sewu selesai dibangun di Jawa Tengah.
795 M - Sriwijaya menaklukkan kerajaan Lavo (Lopburi/Lawapuri) di Indocina.
800 M - Sriwijaya mengadakan hubungan persahabatan dengan kerajaan Nan Sarunai dan Tanjungpuri di Kalimantan Selatan. Sriwijaya diperkirakan juga mulai mengadakan ekspedisi ke kepulauan Filipina, kemungkinan mendirikan koloni di pesisir pulau Lusong (Luzon), yakni kedatuan Sapa (Namayan) dan kerajaan Tundok (Tondo/Tundun). Budaya Melayu-Jawa dan agama Buddha-Hindu pun mulai melebarkan pengaruhnya ke kawasan tersebut.
Abad ke-9:
802 M - Maharaja Dharanindra diperkirakan wafat pada tahun ini. Samaragrawira (Rakai Warak) naik tahta sebagai penguasa Sriwijaya-Mataram menggantikannya. Pangeran Jayawarman II yang telah diangkat menjadi raja bawahan di Angkor memerdekakan diri dari Sriwijaya dan mendirikan kerajaan Khmer, yang kelak menyaingi Sriwijaya sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Asia.
819 M - Samaratungga (Rakai Garung) naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya-Mataram.
824 M - Prasasti Karangtengah (Kayumwungan).
825 M - Candi Borobudur selesai dibangun.
830 M - Beberapa komunitas pelaut Nusantara dari Sriwijaya diperkirakan mendirikan koloni di Madagaskar, sebuah pulau besar di tenggara Afrika. Mereka berbaur dengan masyarakat Dayak Maanyan dari Nan Sarunai yang telah menetap di sana tiga abad sebelumnya. Bersama, mereka mendirikan permukiman di pesisir utara Mahajanga, salah satunya kota kuno Mahilaka di Ampasindava. Kemungkinan di masa yang sama para pelaut ini juga telah menyebar ke kawasan lain di Samudra Hindia, seperti kepulauan Komoro (Qamar) dan Chagos (Polovahi/Puloweh?). Dari sini, mereka berdagang dengan kota-kota Swahili dan Bantu di pesisir Afrika Timur, dimana mereka menyebut benua ini dengan nama 'Janggi' (Zanj). Para pedagang Arab bahkan mengabarkan bahwa perompak dan pelaut asal negeri 'Zabag' (sebutan Arab untuk Sriwijaya) juga tak jarang menjarah kota dan membawa pulang orang-orangnya sebagai hamba sahaya. Belum diketahui apakah pemerintah Sriwijaya pernah menanamkan kekuasaan resmi di sana atau tidak.
835 M - Kerajaan Khmer mulai melancarkan perluasan wilayah, dengan menguasai pesisir selatan Kamboja yang kala itu masih di bawah penguasaan Sriwijaya.
838 M - Maharaja Samaratungga wafat. Putrinya, Pramodhawardhani (Sri Kahulunan) naik tahta sebagai Maharani Sriwijaya-Mataram menggantikannya, didampingi oleh Jatiningrat (Rakai Pikatan), seorang pangeran Jawa anggota wangsa Sanjaya yang merupakan suaminya.
847 M - Perpecahan Sailendra. Rakai Pikatan mengambil alih pemerintahan di Mataram, kemudian memerdekakan negeri tersebut dari hegemoni Sriwijaya. Balaputradewa, putra mahkota Sriwijaya di Jawa terpaksa menyingkir ke Sumatra. Persatuan Sriwijaya-Mataram pun berakhir, dan dimulailah persaingan pengaruh antara keduanya hingga ratusan tahun berikutnya.
850 M - Koloni Sriwijaya di Kamboja sepenuhnya lepas setelah ditaklukkan oleh Khmer.
853 M - Balaputradewa naik tahta menjadi Maharaja Sriwijaya. Kemungkinan ia memindahkan pusat pemerintahan ke Jambi.
856 M - Prasasti Shiwagrha. Rakai Pikatan membangun Candi Prambanan di Mataram, kemungkinan sebagai ungkapan kemenangan atas merdekanya negeri itu dari Sriwijaya.
860 M - Prasasti Nalanda. Sriwijaya menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan Pala di Benggala, India. Atas permintaan penguasa Pala, Maharaja Dewapala, Balaputradewa mendirikan sebuah biara di Universitas Nalanda di Magadha.
882 M - Sriwijaya menanamkan kekuasaan di Bali, mendirikan kerajaan Bedahulu (Singhadwala/Singhamandawa) sebagai koloninya di pulau tersebut. Sri Kesari Warmadewa dilantik oleh Balaputradewa sebagai adipati Sriwijaya di sana. Sebelumnya, Sriwijaya kemungkinan telah terlebih dahulu menduduki pesisir Jawa Timur, Blambangan, serta kepulauan Madura dan Lombok.
900 M - Maharaja Balaputradewa wafat. Prasasti Tembaga Laguna. Senapati Jayadewa menjadi penguasa bawahan Sriwijaya di Tundok. Kemungkinan ia membantu Sriwijaya mendirikan lebih banyak koloni di kepulauan Filipina, yakni Madyaas (Visaya), Maidh/Mai (Mindoro), Sugbu (Cebu), dan Butuan (Mindanao). Disebutkan bahwa Jayadewa menjadi atasan dari negeri-negeri tersebut, selain juga menjalin hubungan dengan Mataram. Kota Surigao di Mindanao kemudian berkembang menjadi pusat kebudayaan Buddha di Filipina. Sebelumnya, Sriwijaya juga diperkirakan telah menanamkan kekuasaan di Santubong (Sarawak), Brunei, dan Palawan. Sriwijaya menjalin hubungan diplomatik dengan kedatuan Luwu di Sulawesi, yang memanggilnya dengan nama 'Senrijawa'.
Abad ke-10:
903 M - Koloni Sriwijaya di Indocina sepenuhnya lepas setelah Lavo direbut oleh Khmer.
905 M - Mataram memulihkan pesisir Jawa Timur dari kekuasaan Sriwijaya, kemudian merebut Blambangan, Bali, Madura, dan Lombok. Wangsa Warmadewa di Bali yang telah menjadi bawahan Mataram kemudian menjalin hubungan pernikahan dengan wangsa Sanjaya.
907 M - Prasasti Mantyasih.
913 M - Prasasti Blanjong.
927 M - Perang Sriwijaya-Mataram I. Sriwijaya memulai invasi terhadap Mataram.
929 M - Perang Sriwijaya-Mataram I berakhir. Pasukan Mataram pimpinan Mpu Sindok dibantu oleh rakyat Nganjuk berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di desa Anjuk Ladang, Jawa Timur. Mpu Sindok kemudian menjadi raja dengan gelar Maharaja Isyana, lalu memindahkan ibukota Mataram ke Madiun dan mengganti nama kerajaannya menjadi Medang.
937 M - Prasasti Anjuk Ladang. Maharaja Isyana mendirikan tugu di Nganjuk sebagai ungkapan kemenangan melawan pasukan Sriwijaya.
943 M - Sriwijaya berturut-turut menaklukkan kerajaan Lamuri, Pedir, dan Jeumpa di Aceh. Kemungkinan di tahun yang sama, Sriwijaya juga telah menanamkan kekuasaan di Nikobar, gugus kepulauan di bagian timur Samudra Hindia.
945 M - Sriwijaya mengadakan ekspedisi militer ke selat Mozambik di Afrika Timur, sebagai bentuk usaha untuk merebut kembali hegemoni Nusantara di sana yang telah direbut oleh bangsa Arab. Hal ini berdasarkan laporan seorang pelaut Arab tentang adanya serangan dari sebuah negara besar di Timur Jauh terhadap pulau-pulau di selat Mozambik. Mereka dilaporkan datang membawa armada sejumlah 1000 kapal, setelah melalui perjalanan mengarungi samudra selama satu tahun. Besar kemungkinan negeri yang dimaksud adalah Sriwijaya.
946 M - Ekspedisi Afrika Timur berakhir. Armada Sriwijaya gagal menaklukkan benteng Kanbaluh (Qanbala) milik orang Arab di Zanzibar, Tanzania. Namun mereka dikabarkan sempat menduduki kepulauan Komoro selama beberapa waktu, sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur kembali ke Sriwijaya.
960 M - Sri Udayaditya Warmadewa naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya. Ia mengirim utusan ke Cina, menjalin hubungan persahabatan dengan Dinasti Sung.
971 M - Kedatuan Maidh di Mindoro melepaskan diri dari hegemoni Sriwijaya, kemudian mendekatkan diri kepada Cina dan mulai memperluas wilayah ke Lusong, menguasai daerah Batangas dan Bataan.
977 M - Ratu Betung naik tahta menjadi pemimpin di kerajaan Tanjungpura. Ia kemudian menikah dengan seorang penguasa Dayak bernama Singa Siak Bahulun dari Hulu Aik, Ketapang. Bersama, mereka mengirimkan utusan ke Cina untuk pertama kalinya. Ada indikasi bahwa pengiriman utusan ini adalah sebagai upaya melepaskan diri dari pengaruh Sriwijaya, jadi diperkirakan mulai tahun ini kerajaan Tanjungpura telah merdeka menjadi negara independen.
978 M - Brunei diperkirakan melepaskan diri dari Sriwijaya, ditandai dengan pengiriman utusan diplomatik ke Cina. Ini menyisakan Santubong dan Wijayapura sebagai dua koloni terakhir Sriwijaya di Kalimantan.
982 M - Maidh melebarkan kekuasaannya di Lusong, kemungkinan menaklukkan Tundok dan Sapa, menghapus hegemoni Sriwijaya di pulau itu.
986 M - Sriwijaya menaklukkan kerajaan Nagur di Simalungun (Tanah Karo).
988 M - Sri Cudamani Warmadewa (Chulamaniwarman) naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya. Ia memiliki dua orang putra, Sambugita (kelak menjadi penguasa Palembang) dan Sri Mara Wijayatunggawarman (kelak menjadi penguasa Kedah). Kemudian di bawah pemerintahannya, Sriwijaya menggempur kesultanan Perlak di Aceh Timur, yang tengah dilanda perang saudara. Perang Sriwijaya-Mataram II. Armada Medang dari Jawa menyerang kota Palembang, namun dapat dipukul mundur oleh pasukan Sriwijaya. Kemungkinan demi alasan keamanan, ibukota Sriwijaya dipindahkan lebih ke utara, entah ke Kedah (Kadaram), Chaiya, Gelanggi, Kampar, atau Panai. Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Anuradhapura di Srilanka, dimana Maharaja Sri Cudamani menikahkan putranya (Sri Mara Wijayatungga) dengan seorang putri dari Raja Mahinda IV, penguasa Srilanka. Kelak keduanya dikaruniai seorang putri, dan dua orang putra, Sangrama Wijayatunggawarman dan Samara Wijayatunggawarman.
989 M - Kesultanan Perlak bersatu kembali, kemudian berhasil memukul mundur pasukan Sriwijaya yang telah menduduki pesisir negeri tersebut.
990 M - Medang kembali menyerang Palembang dan berhasil mendudukinya.
992 M - Pasukan Sriwijaya merebut kembali kota Palembang.
996 M - Sriwijaya mengirim armada ke Srilanka, atas permintaan Raja Mahinda V, penguasa Anuradhapura yang baru untuk membantu membebaskan negeri tersebut dari pendudukan kerajaan Chola, sebuah negara Tamil di India Selatan yang telah menaklukkan sebagian Srilanka 3 tahun sebelumnya. Armada Sriwijaya bersama dengan Mahinda V dan pasukannya berhasil merebut kembali seluruh Srilanka dari penguasaan Chola.
997 M - Prasasti Hujung Langit. Lampung jatuh ke dalam kekuasaan Medang.
Abad ke-11:
1001 M - Raja Sujita, penguasa bawahan Sriwijaya di Tambralingga, menggempur Lavo (yang kala itu berada di bawah naungan Khmer) dan Haripunjaya di Chiangmai, Thailand Utara. Saat itu, keduanya tengah berperang di Lavo saat tiba-tiba Sujita dan ribuan pasukannya dari Tambralingga menyerang mereka. Terkejut akan sergapan mendadak ini, pasukan Lavo dan Haripunjaya pun kocar-kacir dan sebagian besar melarikan diri ke utara. Sujita pun menganeksasi Lavo sebagai bawahan Tambralingga. Kerajaan Butuan di Mindanao memerdekakan diri dari Sriwijaya.
1002 M - Khmer dilanda krisis suksesi. Sujita yang telah menundukkan Lavo, menggempur kota Angkor dan menobatkan dirinya sebagai penguasa Khmer dengan gelar Jayawirawarman. Khmer pun menjadi taklukkan Tambralingga, dan secara tidak langsung ikut menjadi bawahan Sriwijaya.
1005 M - Maharaja Sri Cudamani mendirikan Biara Chulamani di Nagapattinam, sebagai usaha untuk menjalin hubungan baik dengan kerajaan Chola. Pendirian biara ini ditanggapi dengan positif oleh penguasa Chola, Maharaja Rajaraja Chola.
1006 M - Sri Mara Wijayatunggawarman naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya. Perang Perlak-Sriwijaya berakhir. Perlak akhirnya takluk pada Sriwijaya. Pusat pemerintahan Sriwijaya sepenuhnya berpindah ke Kedah. Kudeta di Khmer. Jayawirawarman tewas terbunuh dalam serangan oleh seorang bangsawan Khmer, yang merebut tahta kerajaan itu. Ia menobatkan dirinya dengan gelar Suryawarman I. Khmer pun kembali lepas dari pengaruh Sriwijaya.
1013 M - Atisha, seorang bangsawan asal Benggala yang telah mengabdikan diri sebagai Buddha, berguru pada Serlingpa Dharmakirti, seorang biksu di Sriwijaya yang merupakan Guru Besar Buddha terbaik saat itu. Atisha tinggal di kota Malayagiri (Malayapura?) selama 12 tahun lamanya.
1016 M - Peristiwa Mahapralaya. Keruntuhan kerajaan Medang akibat serangan Raja Wurawari dari negeri Lwaram (kerajaan bawahan Sriwijaya di Jawa Tengah) yang menewaskan penguasanya, Maharaja Dharmawangsa dan sebagian besar bangsawan Medang. Pangeran Airlangga, putra mahkota Medang dari wangsa Warmadewa Bali berhasil meloloskan diri. Sriwijaya merebut kembali pesisir Sumatra Selatan dan Lampung dari kekuasaan Medang yang telah musnah, kemungkinan juga menduduki pesisir Jawa Timur dan Madura. Ini menandakan berakhirnya Perang Sriwijaya-Mataram II, sekaligus tamatnya konflik antara kedua negara tersebut yang telah berlangsung selama hampir 200 tahun lamanya.
1017 M - Sangrama Wijayatunggawarman naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya. Ia mengutus seorang raja bawahan bernama Aji Sumatrabhumi (kemungkinan penguasa Jambi atau Palembang) sebagai duta besar ke negeri Cina. Pada masa pemerintahannya, ia mewajibkan setiap kapal pedagang yang melewati selat Malaka untuk menyerahkan 1/3 harta mereka kepada Sriwijaya, dimana jika menolak, kapal mereka akan dijarah dan dimusnahkan. Kebijakan ini mengganggu hubungan Sriwijaya dengan Chola, yang merasa sangat dirugikan. Hubungan ini kemudian semakin memanas setelah Maharaja Rajendra Chola, penguasa Chola yang baru kembali melancarkan serangan terhadap Srilanka, yang kala itu berada di bawah naungan Sriwijaya.
1019 M - Pangeran Airlangga mendirikan kerajaan Kahuripan di Jawa Timur.
1020 M - Kerajaan Khmer menggempur Lavo dan Tambralingga. Maharaja Suryawarman I, penguasa Khmer meminta bantuan Chola, yang mengirimkan sejumlah pasukan. Armada Khmer-Chola kemungkinan besar berhasil menaklukkan kedua negeri tersebut. Penguasa Tambralingga kemudian meminta bantuan Sriwijaya untuk membebaskan negerinya dari pendudukan Khmer. Maka pecahlah Perang Besar Tanah Genting Kra, suatu perebutan hegemoni antara dua kubu adidaya, yakni Sriwijaya-Tambralingga melawan Chola-Khmer. Ini sekaligus menjadi puncak permusuhan antara Sriwijaya dengan Chola.
1021 M - Srilanka sepenuhnya takluk pada Chola, setelah pertempuran sengit antara armada Chola melawan pasukan Sriwijaya-Anuradhapura di sana. Mahinda V tertangkap dan dipenjara. Pasukan Sriwijaya yang konon dipimpin langsung oleh Maharaja Sangrama Wijayatungga memutuskan untuk mundur kembali ke Kedah, bersama dengan sisa-sisa laskar Srilanka pimpinan Pangeran Kasyapa, putra mahkota Anuradhapura.
1023 M - Sriwijaya mendirikan pemerintahan langsung di Perlak.
1024 M - Chola memulai invasi militer terhadap Sriwijaya, dipimpin langsung oleh Rajendra Chola. Sebelum menuju Sriwijaya, armada Chola terlebih dahulu menduduki kepulauan Andaman dan Nikobar. Kemudian, karena selat Malaka dijaga ketat, mereka menyerbu melalui jalur laut di bagian barat Sumatra dan selat Sunda yang sepi pengamanan. Dengan cepat, mereka menaklukkan Barus, pesisir Minangkabau dan Sunda, Lampung, Bengkulu, serta Komering. Kala itu, sebagian besar pasukan Sriwijaya tengah dikonsentrasikan di Tambralingga untuk menghadapi serbuan pasukan Khmer.
1025 M - Satu persatu kota di Sriwijaya diduduki dan dibumihanguskan oleh armada Chola. Berturut-turut Palembang, Bangka, Jambi, Gelanggi, Panai, Muar, Gangga Negara, hingga pusat pemerintahan Sriwijaya di Kedah takluk. Maharaja Sangrama Wijayatungga (bersama dengan saudarinya) yang tengah berada di Kedah ditangkap dan dibawa ke Chola sebagai tawanan perang. Sang Maharaja kemudian dibebaskan kembali setelah mengaku takluk pada Rajendra Chola, sementara saudarinya diambil sebagai istri oleh Rajendra Chola. Kerajaan Sriwijaya pun menjadi bawahan Chola. Sementara Tambralingga dianeksasi oleh Khmer. Kahuripan mulai melancarkan ekspansi ke seluruh Bumi Jawa untuk menghapus hegemoni Sriwijaya di sana. Beberapa bangsawan Sriwijaya dikabarkan hijrah ke Kalimantan dan Filipina akibat invasi Chola, dimana mereka menjadi penguasa dari beberapa koloni Sriwijaya di sana. Salah satunya adalah kedatuan Madyaas, yang kemudian lepas menjadi negara merdeka. Biksu Atisha pulang kembali ke Benggala, setelah menyelesaikan pendidikan Buddha-nya dari Guru Besar Dharmakirti. Ia sendiri kemudian menjadi seorang Guru Besar yang giat menyebarkan Buddha Dharma di jazirah Bharata (India) dan Tibet.
1028 M - Rajendra Chola menunjuk Sri Dewa sebagai raja baru Sriwijaya dibawah dinasti Chola, menggantikan Sangrama Wijayatungga. Sebelumnya, armada Chola terlebih dahulu menaklukkan Lamuri dan Langkasuka, dua negeri bawahan Sriwijaya terakhir di Tanah Melayu yang belum tunduk pada Chola. Koloni-koloni Sriwijaya di Kalimantan dan Filipina kemungkinan besar melepaskan diri menjadi negara-negara merdeka.
1029 M - Chola menaklukkan negeri Batak Tua di pedalaman Toba. Sama halnya dengan Maharaja Sriwijaya, penguasa Batak juga ditangkap dan menjadi tawanan perang.
1030 M - Prasasti Tanjore. Bangsa Chola menuliskan catatan kemenangan mereka dalam mengalahkan Sriwijaya dan menguasai selat Malaka. Al-Biruni dari Persia mengunjungi Sriwijaya. Kerajaan Sunda memerdekakan diri dari Sriwijaya.
1035 M - Kalingga, koloni terakhir Sriwijaya di Jawa Tengah dianeksasi oleh Kahuripan.
1044 M - Samara Wijayatunggawarman, adik dari Sangrama Wijayatungga yang berhasil meloloskan diri saat invasi Chola, mengkudeta Sri Dewa dan menobatkan dirinya sebagai Maharaja Sriwijaya. Ia memimpin pemberontakan melawan kekuasaan Chola. Kala itu, Rajendra Chola dikabarkan tengah mengunjungi Kedah untuk memantau situasi ibukota Sriwijaya tersebut. Konon, Rajendra Chola bertemu dengan seorang putri Brahmana bernama Sundari, yang membuatnya kasmaran. Ia pun mengirim prajuritnya untuk menculik sang putri. Sang prajurit berhasil melaksanakan tugasnya setelah membunuh Brahmana Rajasundara, ayah Sundari yang berusaha melindungi putrinya tersebut. Mendengar berita itu, Maharaja Samara Wijayatungga mengutus Senapati Purandara untuk membunuh Maharaja Chola tersebut, dan berhasil. Mereka kemudian memulai serangan terhadap tiap kota di Sriwijaya yang masih diduduki oleh pasukan Chola.
1045 M - Sriwijaya sepenuhnya merdeka dari Chola, setelah peperangan besar antara armada Sriwijaya pimpinan Purandara melawan sisa-sisa pasukan Chola. Sriwijaya kemungkinan besar juga merebut kembali kota Chaiya dari kekuasaan Khmer. Maharaja Samara Wijayatungga kemudian memimpin ekspedisi ke Srilanka untuk membantu pembebasan negeri itu dari hegemoni Chola.
1048 M - Armada Sriwijaya berhasil menguasai seluruh Srilanka. Maharaja Samara Wijayatungga lalu mendirikan pemerintahan langsung disana selama 5 tahun.
1053 M - Maharaja Samara Wijayatungga meninggalkan Srilanka, setelah melantik Pangeran Kasyapa sebagai Raja Anuradhapura dengan gelar Mahendra VI. Ia kemudian pergi ke kerajaan Pandya (yang kala itu juga berada di bawah penguasaan Chola) di daratan India Selatan, mengusir pasukan Chola di sana, dan mengangkat seorang bangsawan setempat, Sundara Pandya sebagai Raja Pandya. Kedua negeri ini pun berada di bawah naungan Sriwijaya hingga beberapa dekade ke depan.
1060 M - Prasasti Madirigiri. Inskripsi berisi pujian dari Raja Mahendra VI kepada Maharaja Samara Wijayatungga yang telah membantu membebaskan negerinya dari penjajahan Chola.
1064 M - Aji Dharmawira (Suryanarayana/Sri Tribhuana Mauli?) diangkat menjadi raja bawahan Sriwijaya di kerajaan Malayu (Dharmasraya/Malayapura, Jambi-Minangkabau).
1067 M - Pangeran Kulotungga (Diwakara), bangsawan berdarah Tamil-Melayu (keturunan Rajendra Chola dengan putri Sriwijaya yang dinikahinya di tahun 1025) mengabdi pada Maharaja Samara Wijayatungga kemudian dikirim sebagai duta besar ke Cina.
1068 M - Pemberontakan Kedah. Seorang pangeran Srilanka yang dipengaruhi oleh Chola menundukkan Kedah dan mengangkat dirinya sebagai penguasa. Saat itu, para pembesar Sriwijaya termasuk sang Maharaja sedang tidak berada di ibukota. Sriwijaya mengirim Kulotungga untuk merebut kota itu kembali, dimana ia berhasil membunuh sang pangeran Srilanka dan mengusir armada Chola, yang konon dipimpin langsung oleh penguasanya kala itu, Maharaja Wirarajendra.
1070 M - Konflik perebutan tahta di Chola. Maharaja Wirarajendra wafat, meninggalkan kekosongan pemerintahan di kerajaan Chola. Dua orang pangeran, yakni Athirajendra dan Kulotungga (yang telah kembali dari Sriwijaya) berkonflik. Athirajendra muncul sebagai pemenang dan naik tahta sebagai Maharaja Chola. Kulotungga yang sangat berambisi menjadi raja pun menyerang ibukota Chola berkali-kali, namun selalu gagal. Ia kemudian mundur ke Srilanka, menemui Mahendra VI yang mengusulkannya untuk meminta bantuan pada Sriwijaya. Kulotungga pun kembali ke Sriwijaya, memohon bantuan dari Maharaja Samara Wijayatungga. Sang Maharaja setuju, dan mengirimkan sejumlah pasukan pimpinan putra mahkota Sriwijaya, Pangeran Manabharana. Mereka mendirikan markas di Srilanka dan Pandya. Bersama dengan pasukan dari kedua negeri itu, armada Sriwijaya menggempur ibukota Chola dan berhasil menaklukkannya. Selama beberapa waktu, kota ini pun diduduki oleh Sriwijaya, hingga diangkatnya Kulotungga sebagai Maharaja Chola yang baru. Manabharana dan pasukannya pun memutuskan untuk kembali ke Kedah, melepaskan pengaruh Sriwijaya di daratan India.
1071 M - Pangeran Wijayabahu dinobatkan sebagai penguasa Srilanka, mendirikan kerajaan Polonnaruwa setelah memindahkan ibukotanya ke tempat yang bernama sama. Ia kemungkinan melepaskan negeri itu dari hegemoni Sriwijaya.
1080 M - Maharaja Samara Wijayatungga wafat. Manabharana naik tahta sebagai Maharaja Sriwijaya menggantikannya.
1088 M - Perpecahan Sriwijaya. Penguasa Malayu, Dharmawira memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Sriwijaya, yang kala itu dipercaya berada di Chaiya. Dharmawira menguasai Sumatra dan kepulauan Riau, sementara Manabharana menguasai Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Kelak, kedua negara ini lebih dikenal dengan nama Dharmasraya (Malayapura) dan Tambralingga. Setelah ini, keduanya hidup berdampingan hingga beberapa dekade kemudian. Riwayat kemaharajaan Sriwijaya yang bersatu pun resmi berakhir.
---
Sumber Sejarah:
- Academia.edu
- Africa from the Seventh to the Eleventh Century
- Al-'Iqd Al-Farid
- Berbagai Blog dan Situs Pecinta Sejarah
- Buku Sejarah Jambi
- Ceylon and Malaysia
- Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam
- Early Indonesian Commerce and the Origins of Srivijaya
- Evidence for the Austronesian Voyages in the Indian Ocean
- Kitab Aja'ib al-Hind
- Kumpulan Jurnal dan Paper Sejarah
- Kumpulan Kronik Dinasti-dinasti dari Tiongkok
- Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi
- Le Royaume de Crivijaya
- Les Inscriptions Malaises de Çrivijaya
- Murujuz-Zahab wa Ma’adinul-Jawhar
- Navigation in the Srivijaya Period
- Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia.
- Prasasti-prasasti
- Review Article: Background To the Sri Vijaya Period (Part I-IV)
- Sejarah Nasional Indonesia
- The Indianized States of Southeast Asia
- The Phantom Voyagers
- The Rise & Fall of Southeast Asia's Empires
- Tentang Lokalisasi Sriwijaya
- Tokoh-Tokoh Melayu Yang Agung Dalam Sejarah
- Treasures of Sumatra
- Wikipedia
0 Komentar